Minggu, 07 Desember 2014

Hujan

Kampung Halaman

Pada hari minggu
Kau hendak pergi ke kota
Bukan naik delman istimewa
Apalagi duduk di muka

Hatimu ingin berkelana
Singgah kemanapun kau suka

Andai aku bukan kota yang kau tuju
Maka biarlah hatiku jadi kampung halamanmu
Tempatmu pulang pada akhirnya

Senin, 25 Agustus 2014

Rumput Liar

Kau tak juga lelah
Terbang kesana kemari
Tak hentinya mencari
Berkali hinggap di setiap bunga
Lalu terbang lagi
Mencari bunga baru
Begitu seterusnya
Hingga tak kau sadari
Aku selalu ada
Diam-diam mengamati
Menatapmu di kejauhan
Meski harus tahu diri
Aku hanya rumput liar
Yang tak bermadu
Yang tak mungkin lebah sepertimu
Kan datang hinggap
Dan berpaling dari bunga-bunga yang indah itu

Minggu, 24 Agustus 2014

Rumah

Aku ingin punya rumah
Yang kamu adalah isinya
Maka ketika rindu tiba
Aku tak perlu kemana-mana

Kamis, 21 Agustus 2014

Jangan Cintai Aku

Jangan cintai aku
Jangan coba-coba
Jangan penasaran
Aku ini wanita biasa!
Tidak ada yang spesial dari diriku

Jangan coba mendekati
Nanti kau kecewa sendiri
Karena aku ini perempuan yang kaku
Jarang bersuara, lewat tulisan aku bicara
Nanti kau bosan sendiri
Karena aku suka menyendiri
Nanti kau kesal sendiri
Karena aku terlalu malu mengatakan "aku rindu"
Apalagi bilang "i love you"

Jangan cintai aku
Karena itu hal yang sulit
Nanti kau lelah
Juga putus asa
Karena aku tak suka dipaksa
Tak mudah jatuh cinta

Kau harus punya nyali
Atau jangan cintai aku

Belum Tidur

Aku menina boboi diri sendiri
Lalu mulai menghitung domba
Satu, dua, tiga dan seterusnya
Tak lupa kubaca do'a
Tapi hatiku belum juga tidur
Matanya masih menyala
Menjagamu terlelap di sana

Senin, 18 Agustus 2014

Cinta Lupa Pamit

Ia datang mengetuk
Namanya cinta
Kubuka pintu hati
Kupersilahkan masuk
Kupersilahkan duduk
Lalu ia bercerita
Tentang ini itu yang lucu
Kami tertawa bersama sampai lupa waktu
Aku permisi ke dapur
Hendak menyuguhkan secangkir kopi
Tapi saat kembali
Tak kutemukan dirinya
Ia menghilang begitu cepat
Tak lagi terduduk di sofa biru rumahku
Cinta pergi meninggalkan jejak
Buru-buru pulang
Ia lupa berpamitan


Minggu, 17 Agustus 2014

Aku Daunmu Yang Gugur

Aku tumbuh menjadi daun
Pada rantingmu yang mendayu
Rantingmu yang kemudian patah
Aku jatuh & layu
Perlahan menguning
Lalu kering kecoklatan
Terhempas angin
Terbang & hilang
Aku daunmu yang gugur
Tak lagi menjadi bagian dirimu

Selasa, 27 Mei 2014

Kau Boleh Datang Semaumu

Kau boleh datang semaumu,
Saat senang,
Saat ingin membagi bahagia
Aku akan tertawa bersamamu
Lalu kukatakan aku turut bersuka cita

Kau boleh datang semaumu,
Saat sedih,
Saat ingin membagi luka
Aku akan menangis bersamamu
Lalu kukatakan aku turut berduka cita

Kau boleh datang semaumu,
Saat kesepian,
Saat butuh pendengar,
Aku akan menyimak ceritamu
Lalu kukatakan aku selalu ada untukmu

Karena sejatinya mimpiku adalah menjadi zona nyamanmu

Kau boleh datang semaumu,
Kapan saja sesuka hatimu

Senin, 26 Mei 2014

Pagi dari Balik Jendela

Aku menatap pagi dari jendela rumahku
Menyaksikan langit yang birunya memudar
Mengamati kapas-kapas yang berterbangan : barisan awan yang bergeser seolah bergegas pulang, entah kemana
Lalu sejenak aku berpikir, menyimpulkan satu hal, mungkin sebagian orang di kehidupan kita seperti awan yang datang dan pergi
Seperti awan yang tak bisa kau tebak kapan datangnya & tak bisa kau cegah kepergiannya.
Ya, akan slalu ada orang-orang seperti itu di hidup kita.
Orang-orang yang hanya singgah sebentar saja.
Dan beruntunglah jika kita menemukan langit, orang-orang yang tidak pernah pergi meninggalkan kita, karena langit tak pernah terbawa angin, ia hanya berubah warna, ia tetap ada di sana, kita bisa menemukannya hanya dengan menatapnya saja, tak perlu takut kehilangan karena langit selalu setia, ia tetap ada meski terkadang kita enggan menatapnya.

27 Mei 2014

Kamis, 24 April 2014

Jadilah Gula Dalam Kopiku !

Beri aku gula
Iya gula, secukupnya saja
Karna kopiku terlalu pahit
Juga hampir saja dingin
Dan aku merasakan manis
Hanya dengan menatapmu saja
Semua terasa manis saat engkau di sampingku
Maka jadilah gula dalam kopiku !
Yang terlarut bersama pahitnya
Yang tersaji dalam cangkir hatiku

Selasa, 01 April 2014

Surat untuk Mantan

Kepada :

Yang terindah
Dimanapun berada

     Hai, apa kabar kamu ? Kamu yang dulu jadi penyemangatku, kamu yang bisa membuatku tersenyum sekaligus menangis, kamu yang nyebelin tapi ngangenin, kamu yang mengetuk pintu hati, kamu yang kupersilahkan masuk tapi singgah sebentar saja, kamu yang pernah mengisi hari-hariku dan kamu yang terindah yang pernah ada. Semoga kamu baik-baik saja. Meskipun tidak demikian denganku, karena aku masih saja sendiri, masih berjalan di tempat. Sementara kamu sudah berjalan jauh meninggalkanku. Entahlah, mungkin aku takut melangkah atau mungkin aku tak rela mengusirmu pergi dari pikiranku, tak tega mendorongmu keluar dari hatiku.

     Dengan datangnya surat ini, aku ingin memberitahumu bahwa ada seseorang yang setiap hari memikirkanmu bahkan setiap pagi ketika bangun tidur. Seseorang yang mengingatmu saat sendirian. Seseorang yang menahan air matanya karena sangat merindukanmu. Seseorang yang terlambat tidur karena menunggumu mengucapkan selamat malam. Seseorang yang tak bisa membencimu sekalipun pernah kamu sakiti. Seseorang yang dulu tak bisa menahanmu untuk tetap tinggal. Dan seseorang itu adalah aku. Aku yang ingin kamu dan aku menjadi kita lagi karena hatiku masih saja meneriakkan namamu karena hanya kamu yang paling memahamiku. Bersamamu aku menjadi diri sendiri, si pendiam yang banyak bicara. Kamu adalah tempat ternyaman untukku membagi cerita. Tapi aku sadar itu semua mustahil karena kamu sudah menjauh, berjalan di depanku tanpa menoleh ke belakang lagi. Kamu tak pernah datang memperjuangkanku lagi. Dan aku memang harus tahu diri. Mungkin Tuhan meletakkan kisah kita di lembaran paling tengah dalam buku takdir yang bisa dengan mudah Dia merobeknya. Aku harus belajar melupakanmu meskipun itu tidak mudah karena terlalu banyak kenangan indah yang pernah kita ukir bersama. Aku menyadari bahwa yang terindah tak selalu jadi yang terbaik. Mungkin semua ini memang rencana terbaik Tuhan untuk kita. Setidaknya darimu aku belajar satu hal bahwa cinta memang tidak harus memiliki. Cinta harus rela melepaskan. Dan aku pun akan melepasmu pergi.

     Sudah dulu ya, mungkin itu saja yang ingin aku beritahukan. Lega sekali bisa menyampaikan apa yang kurasakan selama ini. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca surat ini. Ku do'akan semoga kamu bahagia. Do'akan juga semoga aku bisa bahagia sepertimu. Sekali lagi terima kasih !

Salam manis,

Aku yang merindukanmu


*tulisan ini diikutsertakan untuk lomba
#suratuntukruth novel bernard batubara
@gramedia

Kamis, 20 Februari 2014

Dear dandelion ..

Dear dandelion,
Aku ingin menjadi sepertimu
Yang indah dalam kesederhanaan
Meski tak secantik sang mawar
Juga tak seharum sedap malam

Dear dandelion,
Aku ingin menjadi sepertimu
Meski sendiri tapi tak merasa sepi
Yang tetap berdiri tegar
Di antara ilalang atau semak berduri sekalipun

Dear dandelion,
Aku ingin menjadi sepertimu
Yang rela melepaskan apa yang harus lepas
Membiarkan pergi apa yang memang harus pergi
Yang siap menerima apapun yang di gariskan Tuhan

Dear dandelion,
Aku ingin menjadi sepertimu
Yang tersenyum untuk hidup
Yang tetap menari bersama hembusan angin
Tak peduli meski tak ada yang menyadari indahnya dirimu

Senin, 17 Februari 2014

Kepada Cinta Pertama

Kepada Cinta Pertama
Disini di dalam hatiku
Ada nama yang terukir
Ada ruang yang tak tergantikan
Kupastikan itu milikmu

Kepada cinta pertama
Disini di dalam ingatanku
Ada indah yang terngiang
Ada memori yang melekat erat
Yang mustahil terhapuskan

Kepada cinta pertama
Disini di dalam dadaku
Ada sesak yang hinggap
Ada rindu yang tak bisa kupangkas
Ingin berlari kearahmu
Tapi tak tahu lagi kau dimana






Rabu, 05 Februari 2014

Tunggu Aku Sebentar Lagi

Tunggu aku sebentar lagi
Sebentar saja !
Jangan pergi, tetap di situ

Tunggu aku sebentar lagi
Sebentar saja !
Karna aku sedang menata hati
Mencari kepingan yang hilang
Kan kurekatkan menjadi satu
Kuberikan utuh untukmu

Tunggu aku sebentar lagi
Sungguh sebentar saja !
Maka tetaplah menanti

Sabtu, 11 Januari 2014

Bumi Mengeluh

Suatu hari saat semua makhluk di bumi sedang tertidur pulas, terjadi percakapan antara bumi dan bulan.
“Hai bulan, apa kabarmu ?” sapa bumi.
“Kabarku tidak terlalu baik,” jawab bulan dengan ekspresi muka masam.
“Mengapa ?” tanya bumi.
“Aku kesepian karena tak berpenghuni. Aku iri sekali denganmu. Kau punya banyak makhluk hidup seperti manusia, hewan dan tumbuhan. Pasti kau senang sekali karena tempatmu selalu ramai dan pasti kau tidak pernah merasa kesepian sepertiku bukan ?”
“Ya, aku memang tidak pernah kesepian. Tapi terkadang aku justru ingin menjadi sepertimu, kosong tak berpenghuni.”
“Benarkah ? mengapa ?” tanya bulan penasaran.
“Itu karena tidak semua makhluk hidup memperlakukanku dengan baik, terutama manusia. Kebanyakan dari mereka justru bertindak egois dan menyakitiku.”
“Bagaimana cara mereka menyakitimu ?”
“Kau tahu kan bulan ? Laut, sungai, danau dan semua perairan adalah darahku. Tapi manusia jahat itu justru mengotorinya dengan membuang sampah dan limbah sembarangan ke dalamnya. Dan pohon yang adalah jantungku, mereka tebang seenaknya tanpa menanamnya kembali. Manusia menginjak tanahku, juga merusak hutanku. Mereka membangun pabrik dan membuat kendaraan bermotor dalam jumlah besar yang asapnya membuatku sesak nafas. Mereka menggunakan listrik berlebihan sehingga membuat suhu tubuhku semakin panas. Aku menangis saat mereka menyayat jantungku. Aku menderita saat mereka mengotori darahku. Aku bersedih melihat mereka terus-menerus menyakitiku. Padahal aku adalah tempat tinggal bagi mereka. Aku menyediakan makanan untuk mereka. Aku rela berkorban untuk membahagiakan mereka. Tapi mereka tak pernah sadar telah membuatku menderita.”
“Kasihan sekali kau bumi ,“ bulan pun merasa iba.
Tiba-tiba muncul seorang manusia dari balik pohon, mengagetkan bumi dan bulan yang sedang asik mengobrol. Rupanya ia terbangun dari tidurnya dan sedari tadi bersembunyi, mendengar percakapan mereka.
“Hei bumi, ma’afkan kami para manusia yang kurang memahamimu. Sekarang aku tahu mengapa kau sering marah dengan mendatangkan banyak bencana alam akhir-akhir ini,” seru manusia.
“Sesungguhnya aku tidak pernah berniat menciptakan bencana-bencana itu. Semua itu adalah ulah kalian sendiri yang kurang menyayangiku,” tegas bumi.
“Lalu bagaimana cara kami menebus kesalahan kami agar bencana itu tidak datang lagi ?”
“Cintailah alam dengan tidak membuang sampah sembarangan, hematlah listrik, kurangi penggunaan kendaraan bermotor, kurangi polusi dengan menanam pohon. Itu saja cukup !”
“Baiklah, aku berjanji akan menyampaikan keluhan dan pesanmu itu pada manusia yang lainnya agar mereka mau menjaga, menyayangi dan lebih menghargaimu.”
“Terimakasih !” bumi pun tersenyum dan berharap semoga janji itu dapat segera di tepati.