21 Desember 2010
Ini sudah pukul 7 pagi
tapi Luna masih belum beranjak dari tempat tidurnya. Semalaman dia menunggu
telfon dari Bima (pacarnya), berharap Bima orang pertama yang memberinya ucapan
selamat karna hari ini adalah hari ulang tahunnya.
“On the night like this
there so many things I want to tell you” .handphone Luna berdering dengan nada
dering lagu favorit Luna (Mocca: On the night like this).
Spontan Luna meraba-raba
meja di samping tempat tidurnya, berusaha meraih handphonenya dan dengan
semangat sekali menekan tombol hijau karna terlihat foto Bima yang nampak di
layar. Luna masih sangat berharap Bima memberi ucapan selamat, meskipun Vika
dan Lily (sahabatnya) sudah lebih dulu mengucapkan selamat lewat sms tepat
pukul 12 malam.
“Halo”
“Halo beib, udah bangun
?” tanya Bima.
“Udah beib”
“Flashdisk aku
ketinggalan di rumah kamu ya ?”
What ? Bima nelfon cuman
buat nanyain flashdisk, harusnya kan dia ngucapin “HAPPY BIRTHDAY” dulu (gerutu
Luna dalam hati).
“Iya kayaknya sih” mulai
sewot, sambil mengingat kembali semalam Bima memang meninggalkan flashdisknya
di meja ruang tamu setelah meminta file program di laptop Luna.
“Aku lagi mau ketemu
dosen nih, mau ngumpulin tugas, kamu tolong anterin flashdisknya ya beib ! kita
ketemuan di cafe Rainbow deket kampus aku aja ya ? Aku tunggu sekarang !” Lalu
menutup telfonnya tanpa membiarkan Luna menjawab dengan satu kata pun.
Luna pun akhirnya mau
tidak mau bangkit dari tempat tidurnya, tidak mandi sekedar cuci muka karna
sepertinya Bima benar-benar butuh flashdisknya segera. Luna memang sayang
banget sama Bima meskipun mereka baru jadian 6 bulan. Meskipun Vika dan Lily
juga tidak pernah setuju mereka berdua pacaran, bukan karna kampus mereka yang
berjauhan, tapi karna sifat Bima yang seolah-olah selalu memperalat Luna.
Bahkan setiap bertengkar pun Luna yang lebih sering mengalah. Luna memang gadis
yang polos dan baru pertama kali pacaran. Luna percaya Bima adalah jodoh yang
di kirim Tuhan hanya karna pernah bertemu 3x tanpa sengaja di acara pameran
fotografi, entah darimana Luna mendengar mitos itu. Tapi Luna juga merasa cocok
sama Bima karna hobi mereka yang sama-sama suka motret, Luna slalu merasa
nyambung ngobrol sama Bima.
***
Luna sudah sampai di
seberang jalan di depan café Rainbow
Luna berangkat dengan
naik angkot karna motor Luna di pinjam Kak Farel.
Disana di depan cafe,
Luna melihat Bima melambaikan tangan
kearahnya, sepertinya Bima sudah menunggu cukup lama.
Luna tersenyum melihat
Bima dari kejauhan, dia mengira Bima menyuruhnya datang bukan sekedar untuk mengantarkan flashdisk, tapi juga
memberinya surprise sebagai hadiah ulang tahunnya. Luna memang selalu kege-eran.
Luna bersemangat sekali
berjalan menghampiri Bima, Luna menyebrangi jalan tanpa menoleh ke arah kanan
dan kiri dan tanpa di sadarinya sebuah mobil box melaju dengan kecepatan tinggi
ke arah Luna.
“BRRAAAAKK !!”
Luna terjatuh dengan berlumuran darah, semua
nampak gelap seketika dan Luna mulai tak sadarkan diri.
Melihat kejadian itu,
Bima segera berlari ke arah Luna, semua orang berkerumun mengelilingi Luna yang
tergeletak tak berdaya, seseorang lainnya menghentikan taxi yang saat itu
melintas, Bima segera mengangkat tubuh Luna, menggendongnya ke dalam taxi,
membawanya ke rumah sakit.
***
Keluarga Luna datang
setelah menerima telfon dari Bima. Dengan perasaan cemas dan khawatir mereka
menunggu di depan ruang operasi Luna. Tak lama kemudian seorang dokter keluar
dari kamar operasi Luna. Lalu mama Luna
langsung berdiri menghampirinya.
“Bagaimana keadaan anak
saya Dok ?” tanya mama Luna dengan wajah cemas.
“Kedua tulang kakinya
patah dan syaraf di kakinya mati, kemungkinan besar dia akan mengalami cacat
atau lumpuh.”
Mendengar jawaban
dokter, mama Luna langsung menangis, Kak Farel dan Kak Dinda berusaha
menenangkan mamanya.
Sementara Bima yang
mendengar dari balik dinding, yang baru saja kembali dari toilet juga langsung
down, lalu pergi begitu saja tanpa pamit.
***
Sudah sekitar 14 jam
Luna tak sadarkan diri.
Luna merasakan nyeri di
seluruh tubuhnya dan perlahan membuka matanya.
Luna mengamati
sekitarnya, di sana ada Mama, Kak Dinda, Kak Farel juga kedua sahabatnya Vika
dan Lily. Tapi Luna tak melihat Bima, iya Bima dimana dia ? Luna tak
melihatnya. Luna mulai mengingat kembali kejadian yang menimpanya sebelumnya.
Luna mencoba mengangkat
badannya, sepertinya dia ingin duduk, tapi dia merasakan ada masalah dengan
kakinya, berulang kali dia mencoba menggerakkannya tapi tak bisa. Menyadari
kakinya tak bisa di gerakan Luna menangis, dia tahu sesuatu telah terjadi
dengan kakinya.
Suasana menjadi hening,
semuanya menatap ke arah Luna dengan rasa iba.
“Mama, kaki Luna knapa?”
menatap mamanya.
Mama Luna terdiam, lalu
menghampiri Luna, mengusap-usap rambutnya, memeluknya erat dengan tangisan lalu
semuanya pun ikut menangis.
Dengan berat hati Kak
Dinda menjelaskan kepada Luna tentang kondisi kakinya.
Luna pun akhirnya harus
menerima kenyataan pahit ini. Kenyataan tentang kakinya yang tak lagi dapat
berfungsi. Luna mencoba ikhlas menghadapinya. Luna pun harus mengubur
dalam-dalam tentang cita-citanya yang adalah seorang atlit basket, juga
melupakan hobinya bersepeda dengan kedua sahabatnya setiap hari minggu di area
car freeday. Semua itu menyakitkan memang, tapi yang lebih membuat Luna sedih
adalah sosok Bima yang menghilang begitu saja, yang seharusnya berada di
sampingnya dalam kondisi seperti ini, rasanya lebih sakit dari kakinya yang
lumpuh, lebih sakit dari kehilangan chiko kucing kesayangan Luna yang mati
tertabrak motor, tapi tidak lebih sakit sewaktu Papa Luna meninggal karna
serangan jantung 3 tahun yang lalu.
***
Hari-hari Luna sudah tak
seceria dulu sejak kakinya lumpuh. Hatinya pun masih menyimpan luka karna kepergian
Bima. Luna mungkin tak menunjukkan kesedihannya di hadapan keluarga dan kedua
sahabatnya. Tapi setiap malam Luna slalu terbangun dari tidurnya dan menangis
saat dia mulai merindukan Bima. Meskipun Bima meninggalkannya, Luna pun tidak
berusaha mencari Bima karna bagi Luna jika memang Bima tulus mencintainya,
suatu hari nanti dia akan datang kembali dengan penyesalannya. Luna masih
sangat berharap pada Bima. Luna berpikir Bima meninggalkannya karna merasa
bersalah. Luna tidak pernah melupakan Bima meskipun Vika dan Lily memintanya
melupakannya.
21 Desember 2011
Hari ini adalah hari
ulang tahun Luna yang ke-21 dan tepat setahun juga kecelakaan itu terjadi.
Kecelakaan yang mengubah hidup Luna, kecelakaan yang membuat Luna melewati
hari-harinya di atas kursi roda, kecelakaan yang membuat Luna tidak bersemangat
lagi menyambut hari ulang tahunnya, juga yang membuat Luna sedikit membenci
bulan Desember.
“Happy birthday to you,
happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday to you “
Vika dan Lily mengagetkan Luna yang masih tertidur pulas, mereka kompak
memberikan surprise untuk sahabatnya itu.
Luna terbangun dengan
senyum di wajahnya, senyum yang jarang sekali terlihat. Ada rasa terharu atas
surprise dari kedua sahabatnya.
“Ayo tiup lilinnya lun!”
Vika menyodorkan mini tart yang di atasnya menyala lilin berangka 21 ke arah
Luna
“Eits, make a wish dulu
dong!” sahut Lily
Luna memejamkan matanya,
dalam hati dia berdoa “Tuhan, aku rindu Bima, aku ingin bertemu dengannya”.
Lalu Luna meniup lilinnya
“Thanks guys, you are
the best” Luna memeluk kedua sahabatnya
“Kamu minta kado apa lun
? mumpung kita lagi baik loh. Kali ini kadonya boleh request deh !” Vika
menyenggol lengan Luna dengan sikutnya
“Asal jangan yang mahal
aja lun” sahut Lily
Luna tersenyum
“Aku gak minta kado
apa-apa, aku cuman mau kalian nemenin aku pergi ke suatu tempat!”
“Kemana?” tanya Vika
“Danau teratai!”
Spontan Vika dan Lily
saling memandang, mereka tahu sekali danau itu adalah tempat kenangan Luna dan
Bima.
“Kita ke tempat lain aja
ya lun, ya ya ya ?” Lily membujuk Luna
Luna menggelengkan
kepala
Akhirnya mereka menuruti
permintaan Luna.
***
Sesampainya di danau
Vika dan Lily membiarkan
Luna bernostalgia, mereka berdua hanya mengamati Luna dari jarak 5 meter sambil
duduk di bawah pohon yang rindang.
Luna mendorong sendiri
kursi rodanya, mendekat ke tepi danau, memejamkan matanya, merentangkan kedua
tangannya, menghadapkan wajahnya ke arah langit, menghirup udara sekitar,
merasakan kembali aroma bunga teratai, lalu membuka matanya menikmati
pemandangan danau yang masih asri dengan airnya yang jernih, semua masih sama
seperti dulu, yang berbeda hanya kedatangan Luna yang tanpa seorang Bima di
sampingnya.
Kotak eskrim itu Luna
buka kembali, kotak eskrim yang Luna hias dengan stiker berbentuk hati juga
pita pink yang mengikatnya rapi, kotak eskrim yang dulu isinya adalah eskrim
strawberry yang Luna habiskan bersama Bima di tepi danau ini.
Perlahan Luna membuka
ikatan pitanya, satu persatu benda kecil yang ada di dalamnya dia amati, mulai
dari gantungan kunci berbentuk panda yang Bima berikan dulu, foto-foto bersama Bima, tiket-tiket
bioskop untuk setiap film yang pernah mereka tonton, sampai secarik kertas yang
dulu Bima pernah goreskan tulisan “I Love You Luna”
Luna mengingat kembali
setiap momen yang pernah dia lalui bersama Bima. Momen yang membuatnya
senyam-senyum sendiri. Dan yang paling berkesan adalah saat Luna dan Bima
mengayuh sepeda air sampai ke tengah danau.
“Aku sayang kamu Lun !” Bima mendaratkan kecupan di kening
Luna
“Aku juga” Luna tersipu malu
“Aku mau kita sama-sama kayak gini terus, sampai tua, sampai
mati Lun” Bima menggenggam erat tangan Luna
Luna serasa terbang ke awan saat itu juga
Luna mulai meneteskan
air mata, meskipun dia segera menghapusnya karna tidak ingin kedua sahabatnya
melihat kesedihannya. Luna sadar semua hanya kenangan yang tak mungkin bisa
kembali.
Lalu tak lama kemudian
Luna terkejut melihat seorang cowok yang mirip sekali dengan seseorang yang
selalu Luna rindukan, juga seseorang yang membuatnya galau setiap malam, iya
dia mirip Bima, cowok itu berjalan ke arah dermaga, tidak, mereka tidak hanya
mirip, tapi cowok itu memang benar Bima.
Spontan Luna
mengucek-ucek matanya
“Aaaaww” Luna menjerit
lirih setelah mencubit pipinya sendiri
Luna sadar ternyata ini
bukan mimpi
Luna berusaha mendorong
kursi rodanya sekuat tenaga, dia ingin mengejar Bima, menemuinya, memeluknya
dan mengatakan “Aku kangen kamu”
Vika dan Lily pun
mengikuti Luna dari belakang, merekapun menyadari Luna melihat sosok Bima.
Tapi belum sempat Luna
menghampiri Bima, Luna menghentikan kursi rodanya. Luna melihat di sana seorang
cewek tiba-tiba menggandeng tangan Bima. Menyadari Bima tidak datang sendirian,
melainkan bersama seorang cewek tapi bukan dirinya, hati Luna seperti di tusuk
pisau yang tajam. Bagaimana bisa cowok yang sangat dia cintai secepat itu
melupakannya, sementara selama ini Luna selalu merindukannya.
Bima dan cewek itu pun
menaiki sepeda air persis seperti apa yang Luna dan Bima juga lakukan sewaktu
mereka datang ke danau ini dulu. Mungkin di tengah danau Bima juga menjanjikan
hal yang sama ke cewek itu. Tapi Luna sudah tidak mau tahu lagi.
Luna hanya mengamati
mereka dari kejauhan. Sampai akhirnya Bima dan cewek itu turun dari sepeda air
dan lewat di hadapannya. Menyadari keberadaan Luna, Bima hanya terdiam
seolah-olah tidak pernah mengenal Luna. Lalu pergi begitu saja sambil merangkul
cewek itu. Hati Luna semakin teriris melihat sikap Bima yang cuek ketika
melihatnya.
“Kamu gak papa Lun?”
Lily bertanya khawatir
Luna menggelengkan
kepala dan berusaha tetap tersenyum meski air mata menetes di pipinya tanpa dia
sadari
“Aku samperin Bima ya ?
Biar aku kasih pelajaran dia!” Vika melangkah maju, ingin sekali dia menonjok
muka Bima yang sok innocent itu
Tapi Luna menarik tangan
Vika, mencegahnya
“Jangaaaan..!” teriak
Luna lirih
“Tapi dia itu kelewatan
Lun” tegas Lily
“Udah, biarin aja ! aku
gak papa kok. Kita pulang yuk !” ajak Luna seolah-olah dia baik-baik saja
Lalu mereka bertiga
segera pulang.
Luna memang selalu
seperti itu, sembunyi di balik senyum palsunya. Meskipun sebenarnya hatinya
menangis. Mungkin dalam hati Luna ingin berteriak “Tuhan, rangkul aku di saat
seperti ini!”. Secepat itu Tuhan mengabulkan do’anya agar di pertemukan dengan
Bima, tapi juga secepat itu hatinya luka untuk kedua kalinya karna orang yang
sama. Luna menyadari Tuhan begitu baik, begitu menyayanginya. Tuhan pun
menunjukkan siapa Bima sebenarnya, cowok brengsek yang tidak pantas lagi untuk
di rindukan. Luna tak lagi mau membuang waktunya untuk memikirkan Bima, cowok
yang hanya memberi janji palsu, yang meninggalkannya begitu saja. Mungkin hati
Luna belum sepenuhnya sanggup menerima setiap coba’an ini. Tapi Luna percaya
setiap cobaan adalah kekecewaan di awal yang akan Tuhan gantikan dengan
kebahagiaan suatu hari nanti. Luna yakin ini adalah kado terindah Tuhan di hari
ulang tahunnya, setidaknya dia tahu Bima bukan yang terbaik untukknya dan Luna
tidak ingin lagi membenci bulan Desember.
THE END ..