Kamis, 09 Mei 2013

The Last Rain



Jika hujan itu kamu,
Aku adalah tanah tandus yang kering

Jika hujan itu kamu,
Aku adalah sebatang pohon yang hampir mati

Jika hujan itu kamu,
Aku yang paling bahagia menyambutmu
Aku yang bersorak hore melihatmu
Aku yang berkata hai saat kamu datang

Karena jika hujan itu kamu,
Hatiku takkan kemarau lagi

            Aku mencarimu di setiap sudut taman, tapi tak ku temukan dirimu. Aku lelah dan memilih duduk di ayunan, tempat favorit kita dulu. Aku ingat, kau suka sekali memotretku saat itu. Lalu hujan turun. Kita berlari mencari tempat berteduh. Kita terhenti di sebuah saung di taman itu. Aku sedikit kedinginan, tapi aku tak mengatakannya padamu. Aku tak ingin membuatmu khawatir. Tapi kau memang peka dan perhatian. Kau melepas jaketmu dan meletakkannya di badanku.

 “Aku suka hujan !” katamu tiba-tiba, sambil menatap ke arah langit yang masih abu-abu.

“Mengapa ?” tanyaku.

“Karena hujan menahanmu disini bersamaku!” jawabmu sambil  menarik gemas hidungku, lalu menggosok-gosokan tanganmu di atas kepalaku, membuat poniku berantakan, tapi aku suka.

“Gombal !” kataku meledek sambil mencubit perutmu. Lalu aku berlari menghindar saat kau berusaha menangkapku dan kita berkejar-kejaran di tengah hujan

***
            Lamunanku buyar seketika saat sekumpulan anak kecil menghampiriku. Mereka semua menatap ke arahku, menertawaiku dan bersorak “Orang gila .. orang gila .. orang gila !” 

            Tawa anak-anak itu membuatku ketakutan. Aku berlari menjauhi mereka dan terhenti di seberang jalan raya. Kurasakan telapak kakiku perih. Dan benar saja setelah kulihat kebawah, ternyata aku memang tak beralas kaki. “Bagaimana mungkin ?” gumamku dalam hati. Aku semakin shock saat melihat pakaian yang kukenakan yang ternyata hanya sebuah piyama tidur. “Ya Tuhan, apa benar aku gila ?” tanyaku dalam hati.

            Lalu tiba-tiba hujan turun. Kulihat seorang anak kecil berlari mengejar bolanya yang menggelinding ke tengah jalan raya. Di arah yang lain kulihat sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Aku panik. Lalu berlari menghampiri anak itu dan mendorongnya.

            Aku memejamkan mata saat mobil itu melaju ke arahku. Aku kembali teringat kejadian saat itu. Kau dan aku berkejar-kejaran di tengah hujan. Aku berlari ke tengah jalan. Lalu kau mendorong tubuhku hingga mendarat di aspal. Suara benturan keras mengagetkanku. Kulihat kau tergeletak tak berdaya dengan berlumuran darah. Sebuah truk pick up baru saja menabrakmu. Aku pingsan saat itu juga , lalu tak ingat apa-apa lagi.

            “Ciiiittt .. !!” mobil itu terhenti tepat satu meter dari tempatku berdiri. Aku melemas. Kemudian keluarlah kedua orang tuaku dari dalam mobil itu. Mereka menenangkanku, kemudian menjelaskan apa yang terjadi selama ini. Mereka bilang setahun yang lalu aku mengalami shock dahsyat yang membuat kejiwaanku terganggu dan amnesia ringan. Aku selalu lari dari rumah dan menunggumu di taman itu. Sungguh suatu kenyataan yang sulit kuterima. Tapi aku bersyukur Tuhan mengembalikan ingatanku.

***

Dan hari ini, untuk pertama kalinya kita bertemu lagi. Meski hanya namanu yang terbaca di batu nisan itu. Kudoakan semoga kau tenang di sana. Aku janji akan selalu datang setiap hari menemuimu. Perlahan kudekati batu nisanmu, lalu  kubisikkan kata “I Will Always Love You !”.


-SELESAI-