Kamis, 24 Januari 2013

Where’d You Go ?


Ah, cinta kadang membingungkan..
Bisa sangat hangat, juga bisa membuat hatiku menggigil kedinginan
Aku benci saat orang yang aku cinta mulai berubah
Aku benci saat orang yang aku cinta tak lagi peduli denganku
Aku benci menunggunya seperti ini
Aku benci saat tidak bisa tidur hanya untuk memikirkannya
Aku benci saat mulai merindukannya tapi tak bisa mengatakannya
Aku benci saat berkali-kali melirik layar ponselku, berharap dia menelpon atau setidaknya mengirim pesan singkat, tapi nyatanya tak pernah muncul namanya
Aku benar-benar benci saat dia tiba-tiba menghilang tanpa kabar

***
Sore itu ..
Aku masih terduduk di sofa kecil di dalam sebuah cafe. Memandangi rintik gerimis yang jatuh dengan lembut di atas aspal jalanan dari balik tembok kaca besar. Semua yang ada di luar sana terlihat jelas dari dalam sini. Berkali-kali, kulirik jam di tanganku. Sudah hampir satu jam aku menunggu Ringga pacarku. Hari ini aku dan Ringga memang janjian di tempat ini. Tapi sampai sekarang Ringga belum juga menampakkan diri. Dan aku benci menunggu !
Sesekali aku meneguk cappuccino yang sudah hampir setengah cangkir kuhabiskan. Sesekali juga aku menggosok-gosokan kedua telapak tanganku. Aku sedikit kedinginan berada di ruangan ber-AC di musim hujan seperti ini.
Aku sudah hampir bosan menunggu. Tapi tak lama nada sms ponselku berbunyi. Ringga memintaku menunggunya sebentar lagi. Dia bilang sedang terjebak macet. Aku pun berusaha memakluminya, meski di dalam hati aku sibuk memaki.
Seandainya aku tidak begitu mencintai Ringga, mungkin aku takkan sudi menunggunya di sini. Ringga seumuran denganku.Dulu kami adalah teman satu SMP. Dan kami mulai saling dekat setelah bertemu kembali di acara Reuni akbar di sekolah kami. Saat ini kami berdua sudah bekerja. Aku bekerja sebagai editor di sebuah perusahaan penerbitan buku. Sementara Ringga bekerja sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang periklanan.
Ringga orang yang sangat pendiam dan misterius. Tapi sangat kreatif dan pandai dalam ilmu desain grafis. Dia juga termasuk dalam golongan techno freak. Begitu tergila-gila dengan segala macam teknologi. Dan dia juga seorang pacar yang sangat romantis.
Hubungan kami baru berjalan 4 bulan. Aku masih ingat betul momen indah saat Ringga menyatakan cinta padaku dengan cara yang unik dan tak terlupakan. Sore itu Ringga mengajakku makan di sebuah café dekat pantai. Setelah makan, kami berdua berjalan menyusuri pantai
Saat itu Ringga memintaku memejamkan mata. Ringga bahkan mengikatkan sapu tangannya di mataku. Lalu membawaku ke tepian pantai. Tak lama Ringga menyuruhku membuka mata. Perlahan kubuka mataku dan alangkah terkejutnya aku saat ku lihat disana tertulis “ I LOVE YOU RENA” di atas pasir dengan gambar hati di tengahnya.
Ringga mendekat ke arahku, meraih tanganku, dan berlutut sambil menyodorkan bunga mawar dan berkata “ Maukah kamu jadi pacarku?”. Aku mengangguk tanpa berkata-kata, seolah memberi isyarat bahwa aku pun menyetujuinya. Dan akhirnya kami pun resmi berpacaran. Lalu kami berjalan bergandengan di tepian pantai. Menikmati langit sore itu.
***
“ Ren..” sebuah suara mengagetkanku, membuyarkan lamunanku.
Aku menoleh ke belakang dan mendapati sosok Ringga di sana.
Lalu Ringga duduk di sampingku.  Aku melihatnya kedinginan. Bajunya yang berwarna merah cerah terlihat sedikit gelap terkena rintik gerimis karna memang dia datang mengendarai motor. Melihat wajahnya yang juga basah, aku segera mengambil tisu dari dalam tasku. Kuusap pelan wajah Ringga dengan tisu tadi. Aku selalu jatuh cinta dengan wajah itu. Hidung mancung dan lesung pipitnya yang selalu membuatku merindukannya. Ringga menarik tanganku pelan, meletakkannya di antara sela jarinya, juga menggenggamnya erat.
“Ma’af, aku telat datang”
“Iya, gak papa kok”, ku jawab dengan senyuman.
 Aku tidak pernah bisa marah dengan Ringga. Sekalipun aku kesal menunggu.
“Ren, aku mau ngomong sesuatu.”
“Mau ngomong apa Ngga?” tanyaku penasaran
“Aku dapat tawaran kerja lebih bagus di sebuah perusahan periklanan besar”
“Bagus itu !”
“Tapi masalahnya aku harus pindah ke Jogja”
Aku langsung terkejut dan terdiam saat itu juga. Ada perasaan bangga tapi juga ada rasa takut, takut jauh dari Ringga. Aku tahu bekerja di sebuah perusahaan periklanan besar adalah cita-cita Ringga dari dulu.Tapi yang tidak bisa aku terima adalah mengapa harus Jogja, tempat yang jauh dari Surabaya kotaku tinggal..Rasanya ini tidak adil. Tapi apa boleh buat, ini memang keputusan Ringga. Dan akhirnya akupun setuju menjalani hubungan jarak jauh dengannya.
                                                            ***
Hari demi hari mulai ku lewati sendiri. Setelah beberapa hari yang lalu aku mengantarnya ke stasiun kereta. Melepasnya untuk pergi ke Jogja demi mengejar cita-citanya. Aku pun mulai membiasakan diri hidup sendiri tanpa sosok Ringga di sampingku. Ringga yang kadang mengantar jemputku kerja, Ringga yang setiap malam minggu datang ke rumah, sekarang sudah tidak lagi.
Kami hanya berkomunikasi lewat telepon. Tapi semakin hari aku merasa Ringga mulai terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sibuk dengan dirinya sendiri. Dia bahkan sering lupa menanyakan kabarku. Dulu setiap satu jam sekali dia selalu menanyakan sedang apa ? sudah makan belum ? jangan lupa makan ! kalau keluar rumah hati-hati !. Sekarang semua itu sudah jarang sekali terjadi. Bahkan dulu dia yang selalu menelpon dan mengirim pesan lebih dulu, sekarang justru aku yang selalu memulai menanyakan kabarnya. Aku rindu di perhatikan seperti dulu olehnya. Rasanya aku sudah tidak lagi mengenalnya sebagai sosok Ringga yang dulu selalu ada untukku.
***
Ini pukul dua siang, aku baru saja sampai di kota Jogja. Setelah melalui perjalanan kurang lebih sekitar 6 jam dengan kereta. Dan berbekal alamat yang pernah Ringga berikan, aku nekat datang ke Jogja karna hari ini tepat setahun hubungan kami. Dan tentu saja aku ingin bertemu dengan Ringga untuk memberinya kejutan. Sudah sebulan ini Ringga tidak menghubungiku. Aku berpikir mungkin dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Dan aku selalu bisa memaklumi itu.
Aku sudah sampai di depan sebuah rumah, yang juga adalah tempat kos Ringga. Aku menunggu sekitar satu jam di depan rumah itu, tapi aku belum juga melihat Ringga muncul. Sampai akhirnya keluarlah seorang laki-laki dari dalam rumah itu. Aku mencoba mendekatinya dan menanyakan tentang Ringga.
“Permisi mas !” sapa ku padanya
“Ya mbak, ada apa ?”, tanyanya
“Di sini ada yang namanya Ringga ya ?”
“Oh Ringga, dia sudah gak kos di sini lagi mbak !”
Badanku melemas seketika.
“Sudah lama mas pindahnya?”
“Sudah sekitar dua bulan ini mbak!”
“Kira-kira pindah kemana ya mas?”, tanyaku lagi
“Wah, saya kurang tahu mbak”
“Oh ya sudah, makasi ya mas!”
Lalu aku pergi begitu saja.
Aku benar-benar kecewa dengan Ringga. Sebenarnya aku ini di anggap apa olehnya. Kenapa satu bulan ini menghilang tanpa mengabariku. Dia bahkan tidak pernah bilang sudah pindah kos. Aku bingung harus kemana lagi mencarinya. Sudah aku coba menghubungi ponselnya, tapi yang ada selalu jawaban dari operator yang mengatakan “Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, silahkan coba beberapa saat lagi”.
Kuputuskan untuk kembali pulang saja. Aku sadar mungkin Ringga sudah tidak peduli lagi denganku. Semua sudah berubah, tak lagi seperti dulu. Tapi mengapa Ringga pergi dan menghilang begitu saja. Sungguh sangat tega menggantungkan hubungan kami. Dan tidak ada yang lebih menyakitkan dari ini.
Tak henti-hentinya aku menangis. Menyayangkan hubungan kami yang terpaksa harus ku akhiri. Aku bahkan tidak peduli dengan penumpang lain dalam kereta yang merasa iba melihatku menangis. Aku merasa perjuanganku datang ke Jogja adalah sia-sia.
Sampai kapan kau gantung cerita cintaku
Memberi harapan
Hingga mungkin ku tak sanggup lagi
Dan meninggalkan dirimu

Detik-detik waktupun terbuang
Teganya kau menggantung cintaku
Bicaralah biar semua pasti

Kau menggantungkan hubungan ini
Kau diamkan aku tanpa sebab
Maunya apa ? ku harus bagaimana ?
Kasih ..

Gantungnya hubungan cintaku
Membuatku sakit
Hingga mungkin ku tak sanggup lagi
Dan meninggalkan dirimu ..

Lirik lagu Gantung Melly Goeslaw yang ku dengar lewat headset ponselku seolah mewakili perasaanku, mengiringi perjalananku pulang. Berharap setelah perjalanan pulang ini, saat aku kembali melangkahkan kaki di kotaku, aku segera melupakannya karna aku tidak ingin mengingatnya lagi.
                                               
                                                TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar