Sabtu, 11 Januari 2014

Bumi Mengeluh

Suatu hari saat semua makhluk di bumi sedang tertidur pulas, terjadi percakapan antara bumi dan bulan.
“Hai bulan, apa kabarmu ?” sapa bumi.
“Kabarku tidak terlalu baik,” jawab bulan dengan ekspresi muka masam.
“Mengapa ?” tanya bumi.
“Aku kesepian karena tak berpenghuni. Aku iri sekali denganmu. Kau punya banyak makhluk hidup seperti manusia, hewan dan tumbuhan. Pasti kau senang sekali karena tempatmu selalu ramai dan pasti kau tidak pernah merasa kesepian sepertiku bukan ?”
“Ya, aku memang tidak pernah kesepian. Tapi terkadang aku justru ingin menjadi sepertimu, kosong tak berpenghuni.”
“Benarkah ? mengapa ?” tanya bulan penasaran.
“Itu karena tidak semua makhluk hidup memperlakukanku dengan baik, terutama manusia. Kebanyakan dari mereka justru bertindak egois dan menyakitiku.”
“Bagaimana cara mereka menyakitimu ?”
“Kau tahu kan bulan ? Laut, sungai, danau dan semua perairan adalah darahku. Tapi manusia jahat itu justru mengotorinya dengan membuang sampah dan limbah sembarangan ke dalamnya. Dan pohon yang adalah jantungku, mereka tebang seenaknya tanpa menanamnya kembali. Manusia menginjak tanahku, juga merusak hutanku. Mereka membangun pabrik dan membuat kendaraan bermotor dalam jumlah besar yang asapnya membuatku sesak nafas. Mereka menggunakan listrik berlebihan sehingga membuat suhu tubuhku semakin panas. Aku menangis saat mereka menyayat jantungku. Aku menderita saat mereka mengotori darahku. Aku bersedih melihat mereka terus-menerus menyakitiku. Padahal aku adalah tempat tinggal bagi mereka. Aku menyediakan makanan untuk mereka. Aku rela berkorban untuk membahagiakan mereka. Tapi mereka tak pernah sadar telah membuatku menderita.”
“Kasihan sekali kau bumi ,“ bulan pun merasa iba.
Tiba-tiba muncul seorang manusia dari balik pohon, mengagetkan bumi dan bulan yang sedang asik mengobrol. Rupanya ia terbangun dari tidurnya dan sedari tadi bersembunyi, mendengar percakapan mereka.
“Hei bumi, ma’afkan kami para manusia yang kurang memahamimu. Sekarang aku tahu mengapa kau sering marah dengan mendatangkan banyak bencana alam akhir-akhir ini,” seru manusia.
“Sesungguhnya aku tidak pernah berniat menciptakan bencana-bencana itu. Semua itu adalah ulah kalian sendiri yang kurang menyayangiku,” tegas bumi.
“Lalu bagaimana cara kami menebus kesalahan kami agar bencana itu tidak datang lagi ?”
“Cintailah alam dengan tidak membuang sampah sembarangan, hematlah listrik, kurangi penggunaan kendaraan bermotor, kurangi polusi dengan menanam pohon. Itu saja cukup !”
“Baiklah, aku berjanji akan menyampaikan keluhan dan pesanmu itu pada manusia yang lainnya agar mereka mau menjaga, menyayangi dan lebih menghargaimu.”
“Terimakasih !” bumi pun tersenyum dan berharap semoga janji itu dapat segera di tepati.